Jakarta, BFI – PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) menaikkan harga produk rokok sebesar 0,6-4,8% pada Januari 2025, meski tarif cukai tidak berubah. Bagaimana prospek HM Sampoerna dan Gudang Garam ke depan, termasuk sahamnya?
RHB Sekuritas memperkirakan perusahaan tembakau atau rokok tetap menikmati pertumbuhan margin dan laba pada tahun ini, walaupun pertumbuhan volume penjualan diproyeksikan stagnan akibat daya beli konsumen yang lemah.
Pemain tier 1, seperti HM Sampoerna dan Gudang Garam, bakal diuntungkan oleh kenaikan batas harga jual eceran minimum (HJE) untuk merek di bawah tier 2. Selain itu, pembatalan kenaikan PPN menjadi 12% diharapkan mendorong volume penjualan.
Pemerintah mendorong kenaikan HJE untuk meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi konsumsi tembakau. Kenaikan HJE berkisar 4,8-18,6% dengan kenaikan tertinggi pada sigaret kretek tangan (SKT) di bawah tier 1.
Pada kategori sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM), kenaikan HJE perusahaan tier 2 seperti PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) lebih tinggi dibandingkan tier 1. “Sehingga mendukung daya saing harga pemain tier 1 dan menjaga stabilitas volume penjualan,” tulis RHB Sekuritas dalam risetnya.
Broker efek itu memperkirakan HM Sampoerna (HMSP) dan Gudang Garam (GGRM) mampu membukukan pertumbuhan laba pada kuartal I-2025. Sebagai pemain tier 1, HMSP dan GGRM bakal mendapat keuntungan dari kenaikan HJE wajib yang lebih rendah.
HMSP menaikkan harga Dji Sam Soe sebesar 4,8% menjadi Rp 1.833/batang, mendekati harga Magnum Filter Rp 1.900/batang. GGRM juga telah menaikkan harga GG Shiver sebesar 3,1%. Kedua perusahaan diprediksi terus menaikkan harga hingga kuartal II-2025, sehingga gross profit margin (GPM) pada tahun ini pulih ke level tahun 2021.
Rekomendasi dan Target Harga Saham. Sementara itu, Wismilak (WIIM) diperkirakan mengikuti dan menaikkan harga dalam beberapa bulan mendatang. WIIM tergolong kurang agresif dalam menaikkan harga, dengan harga rokok Diplomat Evo hanya naik 2% yoy pada 2024.
WIIM diprediksi akan mulai menaikkan harga sebesar 3% pada Maret, mengikuti kenaikan harga SKT pemain tier 1 agar tetap kompetitif. Akibatnya, ekspansi margin WIIM ditaksir tertunda dibandingkan pemain tier 1.
Namun, tanpa kenaikan tarif cukai, pertumbuhan volume penjualan perusahaan tier 1 bakal tetap terbatas, karena konsumen cenderung beralih ke produk lebih murah (downtrading). Sebab itu, kenaikan harga diestimasi dapat mendukung margin dan laba.
RHB Sekuritas menetapkan HMSP sebagai pilihan utama, karena imbal hasil dividen (dividend yield) yang lebih tinggi. Sedangkan rekomendasi untuk sektor tembakau tetap netral.
Adapun rasio pembayaran dividen HMSP konsisten hampir 100% dan eksposur perseroan lebih besar pada Sampoerna Kretek, produk SKT yang lebih terjangkau dengan harga Rp 1.375/batang.
Risiko utamanya mencakup daya beli yang melemah, perdagangan rokok ilegal di kota tier 2, dan kenaikan harga tembakau.
Berikut adalah rekomendasi saham emiten tembakau/rokok:
- HM Sampoerna (HMSP): Buy, target harga Rp 970.
- Wismilak Inti Makmur (WIIM): Buy, target harga Rp 1.380.
- Gudang Garam (GGRM): Sell, target harga Rp 13.700.
