Jakarta, BFI – Peta persaingan bank besar diprediksi berubah tahun 2025. Ini karena seretnya likuiditas dan perlambatan pertumbuhan kredit. Bank dengan laba bersih terbesar di 2025 kemungkinan bukan lagi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).
Berdasarkan riset CLSA, laba bersih bank yang diriset tahun 2025 diprediksi hanya tumbuh 4,2%. Broker asing ini menurunkan proyeksi laba bersih mayoritas bank yang diriset.
Proyeksi laba bersih PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dipangkas 1% menjadi Rp57,6 triliun. BBRI dipangkas 19% menjadi Rp57 triliun. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dipangkas 6,5% menjadi Rp24,5 triliun.
Proyeksi laba bersih PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) diturunkan 17% menjadi Rp3,5 triliun. PT BTPN Syariah Tbk (BTPN) dipangkas 33,7% menjadi Rp1,1 triliun. PT Bank Jago Tbk (ARTO) dipangkas 35% menjadi Rp281 miliar. Hanya proyeksi laba bersih PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang dinaikkan 0,4% menjadi Rp60,3 triliun.
Dengan demikian, BMRI bakal menjadi bank dengan laba bersih tertinggi tahun 2025, mengalahkan BBRI dan BBCA. Tahun 2024, BBRI diprediksi masih menjadi bank dengan laba bersih terbesar yakni Rp58,8 triliun. BMRI Rp56 triliun, dan BBCA Rp54,5 triliun.
CLSA mencatat, pemerintah menargetkan pertumbuhan kredit 11-13% tahun ini, lebih tinggi 100 bps dari 2024. Namun, empat bank besar malah memandu perlambatan pertumbuhan kredit. Bagi BMRI, hal itu disebabkan basis yang lebih tinggi. BBRI bakal lebih konservatif, karena masih memperbaiki kredit mikro.
CLSA memprediksi kredit ritel menjadi mesin pertumbuhan kredit tahun ini, terutama jika ada dukungan dari pelonggaran moneter. Broker efek itu juga menanti aksi nyata kebijakan pro-pertumbuhan pemerintah untuk menopang pertumbuhan kredit.
Tantangan dan Target Harga Saham. Dalam pandangan CLSA, likuiditas akan menjadi tantangan berat perbankan tahun ini. Rupiah masih labil, sehingga membuat Bank Indonesia (BI) sulit menahan penerbitan SRBI. Artinya, likuiditas tetap ketat.
“Kami juga memprediksi penerbitan obligasi ritel pemerintah tahun ini lebih tinggi demi mendukung ekspansi fiskal,” tulis CLSA dalam risetnya.
Meski begitu, CLSA melihat ada ruang untuk memangkas GWM, bahkan potensi munculnya insentif tambahan. Broker ini memprediksi BI Rate tahun ini dipangkas 50 bps menjadi 5,5%.
Sementara itu, kualitas aset dinilai stabil. Kredit mass market masih membutuhkan dukungan pemerintah. CLSA juga melihat sejumlah bank masih memiliki coverage loan at risk (LAR) yang memadai. Itu sebabnya, biaya kredit diprediksi stabil tahun ini.
CLSA menetapkan rekomendasi outperform saham BBCA, BBRI, BMRI, BBNI, dan BBTN, dengan target harga Rp12.100, Rp5.100, Rp7.700, Rp5.950, dan Rp1.450. Rekomendasi saham BTPS dan ARTO hold dengan target harga Rp920 dan Rp2.500.
