Jakarta, BFI – Harga nikel diprediksi naik lagi tahun 2025 karena Indonesia berencana membatasi kuota penambangan nikel.

Indonesia memasok 56% nikel dunia pada 2024. Produksi nikel Indonesia diproyeksikan naik 7,7% menjadi 2,4 juta ton tahun ini.

Namun, rencana pengurangan kuota penambangan nikel bisa mengubah angka tersebut. Produksi bijih nikel bisa turun dari 272 juta ton pada 2024 menjadi 150 juta ton. Pasokan nikel global bisa berkurang hingga 33%.

Bank investasi Australia memprediksi hal ini bisa mendongkrak harga nikel.

Pembatasan kuota nikel oleh Indonesia memicu gangguan pasokan. Tahun 2024, banyak pemain mengambil bijih nikel dari Filipina.

Meski ada harapan harga naik, pasar masih melihat kelebihan pasokan sebagai ancaman harga. Ini dibarengi oleh lemahnya permintaan dari sektor baja nirkarat dan baterai EV.

Data Trading Economics menunjukkan, harga nikel naik 2,25% sepanjang 2025 menjadi 15.665 per ton. Harga nikel pernah menyentuh ATH di level US$ 54.050 per ton pada Mei 2007.

Berdasarkan riset DBS Group Research, saham nikel sudah jenuh jual, sehingga valuasi berada di titik nadir. Harga nikel berpeluang bangkit mulai tahun ini, ditopang ekspektasi berkurangnya surplus.

Surplus nikel diprediksi naik menjadi 376 ribu ton tahun 2025 dari estimasi 2024 sebanyak 268 ribu ton. Namun, pada 2026, surplus bakal menciut menjadi 298 ribu ton.

Lonjakan surplus nikel tahun ini disebabkan oleh banjir pasokan nikel dari Indonesia. Tetapi, mulai 2026, pasokan nikel bakal berkurang karena pemain yang tidak kompetitif bakal tumbang.

DBS menilai, harga nikel saat ini berada di bawah biaya kas. Ini akan menyulitkan pemain yang tidak kompetitif untuk memacu produksi. DBS memprediksi harga nikel naik 4,1% menjadi US$ 17.500 per ton pada 2025 dan menyentuh US$ 18.500 per ton pada 2026.

, ,
, ,