Jakarta, BFI – PT Essa Industries Indonesia Tbk (ESSA) sedang mencari calon pembeli dan rekanan strategis untuk proyek pabrik bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF).

ESSA akan tetap menjadi pemegang saham mayoritas dalam proyek ini.

“Saat ini, proyek masih dalam perencanaan internal, termasuk pemilihan teknologi,” tulis analis BRI Danareksa Sekuritas Richard Jerry dan Sabela Nur Amalina dalam risetnya, Senin (3/2).

ESSA menargetkan produksi komersial pabrik dimulai pada kuartal IV 2027 atau kuartal I 2028.

Menurut riset BRI Danareksa Sekuritas, kapasitas produksi pabrik SAF ESSA ditargetkan 150.000 metrik ton per tahun.

Namun, manajemen ESSA belum mengungkapkan nilai investasi yang diperlukan untuk proyek tersebut.

BRI Danareksa Sekuritas mencatat biaya pembangunan pabrik SAF bisa mencapai US$6.000 hingga US$9.000 per ton berdasarkan proyek greenfield di Amerika Serikat.

Pasar SAF global masih kecil, dengan total produksi sekitar 1 juta ton pada 2024, atau 0,3% dari total permintaan bahan bakar jet global. Pemain terbesar di industri SAF saat ini adalah Neste, yang memproduksi sekitar 0,5 juta ton pada 2024.

Menurut The International Air Transport Association (IATA), konsumsi SAF diperkirakan meningkat signifikan, mencapai 4,7% dari total permintaan bahan bakar jet global pada 2030.

ESSA memasuki bisnis SAF melalui anak perusahaannya, PT ESSA Sustainable Indonesia (ESI) dan PT ESSA SAF Makmur (ESM). Presiden Direktur dan CEO ESSA, Kanishk Laroya, menyatakan ekspansi ke sektor SAF sejalan dengan kebutuhan industri penerbangan global dalam mengurangi emisi CO₂.

“Dengan mendayagunakan keahlian kami di bidang energi dan kimia, kami memosisikan ESSA di garis depan revolusi penerbangan ramah lingkungan serta menjadikan ESSA pabrik bersertifikasi ISCC CORSIA pertama di Indonesia,” ujar Kanishk dalam keterangan resminya pada Senin (23/12).